Organisasi kemasyarakatan merupakan perwujudan dari hak yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Warga negara memiliki kebebasan untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat tersebut dikenal sebagai tiga kebebasan dasar yang merupakan bagian dari konsep hak-hak asasi manusia, terutama dalam rumpun hak sipil dan politik. Dalam kaitan pemikiran kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, maka Ormas dapat berbadan hukum atau tidak berbadan hukum.
Untuk mengoptimalkan peran dan fungsi Ormas, maka Ormas yang berbadan hukum perkumpulan atau yayasan diperbolehkan untuk menggabungkan diri dalam wadah bersama. Untuk tetap memberikan kebebasan dalam pembentukan Ormas, maka wadah bersama yang dibentuk tersebut tidak bersifat tunggal dan memonopoli keseluruhan lingkup kegiatan dan kerja Ormas. Dalam kerangka pemberitahuan kepada negara, maka Ormas berbadan hukum secara otomatis terdaftar setelah memperoleh pengesahan mengenai badan hukum yang dimiliki oleh Kementerian Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sementara, pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum dilakukan dengan pemberian surat keterangan terdaftar (SKT) oleh Kementerian Dalam Negeri
Dalam Permendagri Nomor 57 tahun 2017 disebutkan bahwa pendaftaran atau proses pencatatan terhadap Ormas yang “tidak berbadan hukum” untuk pencatatan dalam administrasi pemerintahan dengan persyaratan tertentu untuk diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) oleh Pemerintah yang diselenggarakan oleh Menteri Dalam Negeri. Sedangkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) adalah dokumen yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri yang menyatakan Ormas tidak berbadan hukum telah terdaftar pada administrasi pemerintahan. Adapun SKT yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri mempunyai masa berlaku 5 (Lima) tahun.
Perubahan besar pada peraturan ini adalah bahwa Surat Keterangan Terdaftar tidak bisa lagi dikeluarkan oleh Daerah, seluruhnya terpusat di Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum atas nama Menteri Dalam Negeri. Tentunya ini akan memperpanjang birokrasi yang ada untuk ormas di daerah. Bila ormas di daerah akan melakukan pendaftaran organisasinya, dapat langsung mendatangi Unit Layanan Administrasi Kementerian Dalam Negeri, atau melalui Pemerintah Daerah. Dalam hal pemerintah daerah belum memiliki Unit Layanan Administrasi, maka secara fungsional dilakukan oleh Badan/Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik setempat. Setelah dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen pendaftaran oleh Badan/Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik setempat, berkas pendaftaran tersebut baru dikirim ke Kementerian Dalam Negeri. Pendaftaran tersebut dapat saja ditolak, tentunya dengan disertai alasan penolakan.
Surat Keterangan Terdaftar ormas yang telah berakhir masa berlakunya dapat melakukan perpanjangan atau perubahan. Perubahan SKT dimaksud apabila terjadi perubahan nama, bidang kegiatan, NPWP, dan/atau alamat ormas. Perpanjangan atau perubahan SKT tetap melalui prosedur atau tata cara yang sama dengan proses pendaftaran ormas.
Pendaftaran organisasi kemasyarakatan yang dilakukan secara tersebut ini, tentunya dalam rangka pengawasan dan pembinaan keberadaan organisasi kemasyarakat, sekaligus untuk menghimpun data ormas di seluruh Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan pelayanan prima, terus berbenah dan berupaya untuk bertransformasi untuk meningkatkan pelayanan sesuai dengan perkembangan dan tantangan yang ada, maka Badan Kesbangpol telah membangun sistem pendaftaran ormas “SI Om Manis” sehingga masyarakat pengguna akan dapat terbantu dalam proses pendaftaran di Kementerian Dalam Negeri. Selain itu, Si Om Manis juga dimanfaatkan untuk penyampaian laporan semester ormas di Kabupaten Banjar sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 39 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2017 tentang Pendaftaran dan Pengelolaan Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan